Mengetahui Lebih Dalam soal Etika Foto Jurnalistik

    Mengetahui Lebih Dalam soal Etika Foto Jurnalistik
    Pemaparan etika jurnalistik oleh Muhammad Subechi Nurcahyo dalam sesi pemateri 2 Seminar Jurnalistik VENOUS 2022 pada Minggu (18/9/2022).

    SURABAYA – Fotografi merupakan bagian penting dalam memvisualisasikan suatu peristiwa yang terjadi dalam bentuk objek gambar. Di tengah dinamika penegakan UU transaksi elektronik yang marak terjadi belakangan ini terhadap pengguna sosial media, mendorong mahasiswa untuk mengetahui lebih jauh dalam penerapan etika fotografi dokumentasi untuk pribadi maupun jurnalistik. 

    Karena itu, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (VENOUS) mengadakan Seminar Jurnalistik pada Minggu (18/9/2022) via zoom meeting. Hadir sebagai salah seorang pembicara dalam acara tersebut praktisi fotografi jurnalistik nasional, yaitu Muhammad Subechi Nurcahyo.

    Bechi - sapaan karib Muhammad Subechi Nurcahyo - menerangkan bahwa mahasiswa perlu memahami perbedaan fotografi dalam dunia jurnalistik dengan umum. Karena, fungsi dari kedua genre tersebut berbeda sehingga akan memiliki dampak yang berbeda pula.

    “Teman-teman harus memahami yang membedakan genre foto jurnalistik dan genre dokumentasi biasa, ” terangnya. 

    Setiap bentuk subjek yang dicitrakan dalam bentuk foto dapat diinterpretasikan berbeda-beda, bergantung dari sudut pandang orang yang melihat. Sehingga penting dalam melakukan pemilahan foto terhadap gambaran kejadian pada berita. Jangan sampai terjadi suatu masalah yang terbentuk berlainan fakta yang terjadi pada kenyataannya.

    “Pesan foto yang kita share akan membuat orang ketiban masalah, ” tandasnya.

    Aspek Etika 

    Aspek etika dan hukum harus dilakukan selama melakukan tugas peliputan. Dalam melakukan pemotretan sangat penting untuk mendapatkan izin dari subjek yang kita potret, bahkan jika dalam lingkup tempat umum sekalipun.

    “Meskipun di ruang publik dan keberatan untuk dipublikasikan, maka kita wajib menuruti apabila izin tidak diberikan, ” tuturnya.

    Subechi menjelaskan bahwa menjadi jurnalis yang beretika harus mengutamakan kepentingan umum, menghargai kehidupan pribadi seseorang, melindungi kehormatan korban kejahatan susila dan pelaku kriminal di bawah umur, tidak melakukan visualisasi sara, serta harus menghindari fitnah dan pencemaran nama baik. Sehingga pemilihan foto yang akan kita muat dan kita simpan memiliki peran penting. Karena berpotensi akan berdampak besar bagi subjek foto tersebut.

    “Sehingga penting apa yang kita foto harus dibedakan dengan apa yang kita muat. Jadi jurnalis harus bebas tapi yang bertanggung jawab, ” jelasnya.

    Aspek Hukum

    Praktisi fotografi pers nasional tersebut mengatakan bahwa dalam dunia jurnalistik berpatokan pada UU Nomor 40 Tahun 1999. Sedangkan fotografi umum yang salah satunya pers kampus berpatokan hukum pada UU Informasi transaksi elektronik (UU ITE). Karena itu, Subechi berharap mahasiswa, terutama yang berada di bidang jurnalistik kampus, harus , mengerti Kode etik jurnalistik. 

    “Walau sekarang masih di pers kampus, paham kode jurnalistik akan aman. Tidak akan beresiko terancam ke perangkap UU ITE dari apa yang ditransmisikan dalam bentuk foto, ” tutupnya diakhir.

    Penulis:azhar burhanuddin

    Editor:Feri Fenoria

    surabaya
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Tips Membangun Personal Branding untuk Mempersiapkan...

    Artikel Berikutnya

    UNAIR Tingkatkan Literasi Anak Melalui Radiologi...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Dandim 0830/Surabaya Utara: Kerja Sama Lintas Sektoral Kunci Keamanan Libur Akhir Tahun
    Hendri Kampai: Perlawanan Rakyat atas Ketidakadilan, Indonesia Menghadapi 'Vigilante Virtual'
    Hendri Kampai: Menakar Kinerja KPK Memberantas Korupsi, Sebuah Refleksi Angka dan Realita
    Hendri Kampai: Swasembada Pangan, Antara Janji dan Realisasi
    Sinergi TNI-Polri dalam Mediasi Permasalahan Warga Berbuah Hasil Positif

    Ikuti Kami