Pemerintah Batalkan Rencana Konversi LPG ke Kompor Listrik, Pakar UNAIR: Bukti Ketidakmatangan Kebijakan Publik

    Pemerintah Batalkan Rencana Konversi LPG ke Kompor Listrik, Pakar UNAIR: Bukti Ketidakmatangan Kebijakan Publik

    SURABAYA – Baru-baru ini, pemerintah resmi membatalkan rencana konversi LPG (Liquefied Petroleum Gas) 3 kg ke kompor listrik. Hal itu tak pelak menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat mengingat wacana ini sudah bergulir selama hampir lebih dari seminggu lamanya.

    Menaggapi hal itu, pakar kebijakan publik Universitas Airlangga Dr Falih Suaedi Drs MSi menyatakan bahwa pembatalan rencana tersebut sebagai bukti ketidakmatangan  kebijakan publik yang dicanangkan pemerintah.

    “Ini contoh wajah dari ketidakmatangan dari sebuah public policy yang tidak berdasarkan evidence piece, ” tuturnya pada wawancara Senin (3/10/2022).

    Menurutnya, sebuah kebijakan publik harus dirumuskan berdasakan bukti, fakta, dan data-data yang ada di lapangan. Selain itu, kebijakan publik juga harus mengandung solusi dari permasalahan yang sedang dihadapi masyarakat.

    “Sebuah kebijakan publik itu kan, lahir dalam rangka untuk menyelesaikan masalah publik. Tentu dia hadir sebagai sebuah solusi, tidak malah menimbulkan sub masalah yang lebih besar, ” tegas dosen Departemen Administrasi Publik FISIP UNAIR itu.

    Menyulitkan Masyarakat Menengah Bawah

    Rencana konversi LPG 3 kg ke kompor listrik juga disebut Falih sangat tidak realistis. Kompor listrik sendiri membutuhkan aliran listrik yang memadai sehingga akan menyulitkan masyarakat menengah ke bawah dan pelaku UMKM dengan sumber listrik yang terbatas.

    “Untuk public policy itu kan menyangkut masyarakat kecil, itu harus dikaji dengan pendekatan yang lebih multidislipliner. Tidak hanya faktor ekonomi dan faktor teknis. Tidak hanya mengejar efisiensi, tapi juga sosial, ” terang Dr Falih.

    Perumusan kebijakan publik, lanjut Falih, harus mengedepankan data dan tidak hanya berdasarkan asumsi semata. Data-data itu selanjutnya harus dikaji dan harus memenuhi validitas dan reliabilitas.

    “Setelah itu dikumpulkan, pemerintah harus menghitungnya lagi dengan aspek hukum, efisiensi, efektivitas, teknis, sosial, dan etika. Harus dikaji lagi, ” ujarnya.

    Yang tidak kalah penting dari sebuah kebijakan publik adalah momentum perencanaan kebijakan. Berkaca dari rencana konversi LPJ 3 kg ke kompor listrik ini, Falih menilai momentum perencanaan kebijakan tidak pas mengingat pemerintah baru saja menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

    “(Rencana konversi ini, Red) sangat tidak tepat dari sisi momentum. Misal saya asumsikan itungannya benar, (tapi, Red) momentumnya masih tidak pas. Jadi tidak mudah itu menelurkan sebuah kebijakan baru, ” pungas Falih. (*)

    Penulis: Agnes Ikandani

    Editor: Binti Q. Masruroh

    surabaya
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    FKG UNAIR Raih Rekor Dunia Lakukan Edukasi...

    Artikel Berikutnya

    BEM UNAIR Gandeng BNNP Jawa Timur Adakan...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Lulus S3 1,5 Tahun: Siapa Bilang Pendidikan Harus Lambat?
    Hendri Kampai: Kelulusan Bahlil adalah Inspirasi Suatu Pencapaian
    Hendri Kampai: Indonesia Dikuasai Oligarki, Jangan Sampai Rakyat Merasa Dijajah 'Kumpeni' Zaman Now
    Hendri Kampai: Kekuasaan, Kesempatan untuk Berbuat Baik atau Kezaliman yang Menghancurkan
    Babinsa Koramil 0830/02 Semampir Bantu Warga Lewat Karya Bakti Perbaikan Rumah

    Ikuti Kami